Langsung ke konten utama

Jauh dari harapan

Ditulis pada hari Sabtu, 9 Mei 2015


                                                                                 
Aku diharuskan memilih
S
udah ribuan keringat keluar dari dalam diri,
Jiwaku belum pernah beristirahat, sibuk dengan dunia di luar diri.
Jutaan gugus keluh kesah menaungi diri,
Supaya akal sejalan dengan keadaan dalam diri.

Tidak akan meminta maaf atas kesibukan ini,
Karena jala sudah terpasang terlalu dini.
Hanya saja aku lebih menguatkan pada keteguhan insani,
Supaya selaras dengan keyakinan diri,

Sejujurnya tubuhku mencari manfaat,
Menjalankan apa yang telah dikatakan orang-orang bermartabat.
Lalu berusaha mendaur masalah yang suka datang secara  erat,
Dimana mereka enggan untuk pergi dengan cepat.

Maaf untuk ketidaktahuanku tentang suatu pembicaraan,
Dikarenakan banyaknya acara yang diam-diam menikam.
Aku diharuskan untuk memilih keadaan,
Yang banyak hura ria atau yang sejalan dengan impian. 

 Dipaksa menuliskan puisi dan dikirimkan ke email koordinator sastra di ukm. Ada ide untuk menulis, namun sayangnya tidak bisa keluar dengan indah. Hasilnya adalah puisi di atas. Seharusnya puisi yang mesti dibuat bertemakan harapan. Hasil puisi saya juga jauh dari harapan panitia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Mulut

Menutup mulut, Hatiku ribut Tahu semua yang tertutup Menutup mulut. Hatiku ribut. Sibuk menurunkan kabut. Sabuk paksa terbentang. Ambil posisi aman menantang. Ada nama gadis. Sumpah, jangan sodorkan! Bakal jadi bengis. Nafas jadi berantakan. Anggap aku tak berusaha. Dadaku lapang mengudara. Jadikan rinduku tak berbahasa. Lelaki sepertimu alpa luas samudra. Pujangga, Mampu buat hawa jatuh terpesona. Dalam hati menuntut jujur. Menutup mulut. Hatiku ribut -ilmiyah, 2016

20 Tahun

20 tahun Aku takut kematian Aku takut melihat ibuku berbaju kafan Aku takut bapaku tiada, ibuku sama siapa Aku takut sendirian, ditinggal Imut ke surga 20 tahun Aku takut tidak bisa menghidupi mimpi sendiri Aku takut tidak bisa berbakti Aku takut menjadi abu Aku takut menjadi bukan diriku 20 tahun Aku takut lupa agama Lupa Tuhanku siapa Aku takut lupa bersyukur Padahal Allah sudah begitu adil dan akur 20 tahun Aku takut membuat keluarga kecewa Tidak bisa menghadirkan bahagia Lupa pengorbanan mereka Tidak bisa berbakti pada mereka 20 tahun Aku takut gila Problema mendera menggelantungi nyawa 20 tahun Aku banyak merindui seseorang bukan manusia 20 tahun Menginjakmu, nafasku berat. Il-miyah

Meski

Mendoakanmu, meski kau tidak tau diriku Aku tidak bisa nyekar, makan lebih penting Ibuku yang sangat baik hati, mengulang nasihat itu Mengingatmu Ternyata hanya segitu, kalimat yang mendadak muncul saat taraweh. Sudah ya, tidur dulu